![]() |
foto cover film animasi merah putih one for all | Sumber : detik.com |
IDN Sides, Jakarta - Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, film animasi Merah Putih: One For All yang digarap oleh Perfiki Kreasindo menjadi sorotan publik. Film berdurasi 70 menit ini awalnya diharapkan menjadi karya monumental yang mengusung semangat nasionalisme melalui petualangan delapan anak dari berbagai latar budaya Indonesia untuk menyelamatkan bendera pusaka menjelang upacara 17 Agustus. Namun, alih-alih menuai pujian, film ini justru tenggelam dalam gelombang kritik tajam setelah trailer resminya dirilis.
Anggaran Rp6,7 Miliar dan Waktu Produksi yang Kilat
Salah satu isu utama yang memicu kontroversi adalah anggaran produksi yang disebut mencapai Rp6,7 miliar, angka yang tergolong besar untuk film animasi di Indonesia. Namun, kualitas visual yang ditampilkan dalam trailer dinilai jauh dari standar layar lebar. Netizen dan pengamat perfilman menyoroti animasi yang kaku, detail karakter yang kurang halus, serta pencahayaan yang sederhana, yang lebih menyerupai previsualisasi atau storyboard animasi ketimbang film layar lebar.
Proses produksi yang hanya memakan waktu kurang dari dua bulan, dimulai sejak Juni 2025, semakin memperkuat keraguan publik. Sutradara kondang Hanung Bramantyo mengkritik bahwa anggaran di bawah Rp7 miliar sulit menghasilkan animasi berkualitas tinggi. Menurutnya, produksi animasi standar membutuhkan biaya Rp30-40 miliar dengan durasi pengerjaan 4-5 tahun.
“Dengan Rp6 miliar, hasilnya hanya seperti storyboard berwarna yang digerakkan,” sindir Hanung.
Adanya Narasi dan Keanehan dalam Trailer
Selain kualitas visual, narasi film juga menuai kritik. Salah satu adegan dalam trailer menunjukkan anak-anak memilih mengambil bendera dari hutan alih-alih membelinya, yang oleh sebagian netizen ditafsirkan sebagai sindiran terhadap penggelapan dana. Kemunculan senapan AK-47 di balai desa juga dianggap aneh dan tidak relevan. Produser Endiarto menjelaskan bahwa senjata tersebut hanyalah properti untuk peringatan 17 Agustus, bukan senjata asli, namun penjelasan ini tidak meredam kritik.
Kontroversi Merah Putih: One For All telah menjadi cerminan bagi industri perfilman Indonesia. Meski mengusung tema nasionalisme yang mulia, proyek ini menunjukkan bahwa ambisi besar harus diimbangi dengan perencanaan matang, proses kreatif yang terhormat, dan transparansi. Kasus ini menjadi “pelajaran mahal” senilai Rp6,7 miliar, mengingatkan bahwa kualitas tidak dapat dikompromikan demi tenggat waktu atau anggaran besar.
Film ini dijadwalkan tayang pada 14 Agustus 2025 di bioskop nasional. Publik kini menanti apakah versi final film dapat menjawab kritik atau justru memperdalam kekecewaan.
Posting Komentar